DARI LA KURNIA DARI JURNAL IBNU RUSYD : PEMIKIRAN DAN PENGARUHNYA DI BARAT
RIWAYAT SINGKAT KEHIDUPAN IBNU RUSYD
Ibn Rusyd atau nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, berasal dari keturunan Arab kelahiran Andalusia. Ibn Rusyd lahir di Andalusia (Spanyol) tepatmya di kota Kordoba tahun 526H/1198 M. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga ahli fiqh, ayahnya Ahmad atau Abu Al Qasim seorang hakim di Kordoba demikian juga kakeknya sangat terkenal sebagai ahli fiqh. Dengan demikian ia lahir dari keluarga terhormat alim dan taat dalam beragama Islam, kakek dan ayahnya penganut mazhab Maliki.
Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibn Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibn Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Setelah menginjak remaja, ia terdorong keluar dari lingkar keluarga dalam menuntut ilmu. Ibn Rusyd mendatangi para fuqaha yang menonjol di kawasan Andalusia kala itu untuk berguru dan meniimba ilmu. Diantara para fuqaha itu antara lain Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja'far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq. Karena itulah, ketika Ibn Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Dalam bidang kedokteran, Ibn Rusyd belajar pada Abu Ja'far Harun At Tirjali dan Abu Marwan bin Kharbul. Dalam biddang filsafat, ia belajar pada Ibnu Bajjah, yang di barat dikenal dengan Avinpace, filosof besar di Eropa sebelum Ibn Rusyd. Selain itu, ia juga berhubungan dengan dokter Abu Marwan bin Zuhr dan raja Dinasti Muwahhidun. Selain menjalin perhubungan yang akrab dengan Ibnu Zuhr, Ibn Rusyd juga mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Muwahidin terutama dengan amir ketiga khalifah Abu Yusuf Al-Mansyur. Hubungan dan kepercayaan tersebut, akhirnya Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Cordova, kemudian dilantik sebagai dokter istana pada tahun 1182 M.
Namun sayang, karena ajaran filsafatnya banyak ulama yang tidak menyukainya, bahkan ada yang sampai mengkafirkan Ibn Rusyd. Ada juga sekelompok ulama yang berusaha untuk menyingkirkan dan memfitnah bahwa dia telah menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam. Atas tuduhan itulah, Ibn Rusyd diasingkan oleh pemerintah ke suatu tempat bernama Lucena. Tidak hanya itu, banyak diantara karya-karya filsafatnya dibakar dan diharamkan untuk dipelajari.
Setelah beberapa orang terkemuka dapat meyakinkan khalifah Al-Mansur tentang kebersihan dari Ibn Rusyd dari fitnah dan tuduhan tersebut, maka ia baru dibebaskan. Akan tetapi tidak lama kemudian fitnah dan tuduhan seperti semula kembali terulang. Sebagai akibatnya, pada kali ini Ibn Rusyd diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko). Disanalah kemudian Ibn Rusyd menghabiskan sisa-sisa umurnya hingga datang ajal menjemputnya pada tangga 19 Shafar 595 H/10 Desember 1198 M, ia wafat dengan meninggalkan banyak warisan keilmuan yang dikenal Barat dan Timur. Kematiannya menjadikan kehilangan yang cukup besar bagi kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, kedokteran, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahwu.
Semasa hidupnya, Ibn Rusyd seorang yang suka hidup sederhana dan bersahaja tanpa memperdulikan tentang pakaian, harta benda. Walaupun begitu sifatnya sangat pemurah sekalipun kepada orang-orang yang pernah memusuhi atau menghina dirinya. Demikian satu dari ciri-ciri kebaikannya, juga terkenal seorang yang sangat rendah hati terutama kepada orang-orang yang miskin.
Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filosof yang banyak mengkaji dan mengomentari pemikiran Aristoteles. Ibn Rusyd termasuk seorang jenius, banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang. Ia ahli hukum Islam, filsafat, menguasai ilmu kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Menurut Ibrahim Madkur (Ibn%20Rusyd/ibnu-rusyd-dan-averroisme.htm), Ibn Rusyd adalah filosof muslim besar periode terakhir dalam dunia filsafat Islam.
KARYA IBNU RUSYD
Kebesaran dan kejeniusan Ibn Rusyd bisa dilihat pada karya-karyanya. Dalam berbagai karyanya ia selalu membagi pembahasannya ke dalam tiga bentuk, yaitu komentar, kritik, dan pendapat. Ia adalah seorang komentator sekaligus kritikus ulung. Ulasannya terhadap karya-karya filsuf besar terdahulu banyak sekali, antara lain ulasannya terhadap karya-karya Aristoteles. Dalam ulasannya itu ia tidak semata-mata memberi komentar (anotasi) terhadap filsafat Aristoteles, tetapi juga menambahkan pandangan-pandangan filosofisnya sendiri, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh filsuf semasa maupun sebelumnya.
Kritik dan komentarnya itulah yang mengantarkannya menjadi terkenal di Eropa. Ulasan-ulasannya terhadap filsafat Aristoteles berpengaruh besar pada kalangan ilmuwan Eropa sehingga muncul di sana suatu aliran yang dinisbatkan kepada namanya, Avereroisme. Selain itu, ia juga banyak mengomentari karya-karya filsuf muslim pendahulunya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, dan al-Ghazali. Komentar-komentarnya itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani.
Para ahli sejarah berbeda pendapat akan jumlah buku-buku hasil karyanya. Ermest Renan (1823-1892), seorang filosof Perancis mengatakan bahwa Ibn Rusyd menulis sekitar 78 judul buku dalam berbagai bidang ilmu, denan rincian 39 judul tentang filsafat, lima tentang ilmu alam, delapan tentang fikih, empat tentang ilmu falak, matematika dan astronomi, dua tentang nahwu dan sastra dan 20 judul tentang kedokteran. Disebutkan karya-karya tersebut banyak yang raib dan tidak sampai ke tangan kita.
Raibnya karya-karya Ibn Rusyd tersebut terjadi ketika Ibn Rusyd mengalami fitnah dan pengasingan, pada saat itu karyanya banyak yang dibakar atas perintah Khalifah. Selain itu, dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi politik, kehidupan Ibn Rusyd tidak terpaut jauh dengan waktu jatuhnya pemerintahan Islam di Spanyol, sejak abad ke-11 hingga 1492 satu pesatu kota-kota Islam jatuh ke tangan orang-orang Kristen.
Peyusunan secara kronologis karya-karya Ibn Rusyd pertama kali dilakukan oleh M. Alonso dalam karyanya La Cronogia en Las Obras des Averoes pada tahun 1943. Karya-karya Ibn Rusyd dibedakan antara karya yang berdasarkan peikiran sendiri Ibn Rusyd dan karya yang merupakan komentar atas karya-karya orang lain terutama karya Aristoteles.
Beberapa karya Ibn Rusyd yang masih dapat dilacak diantaranya sebagai berikut:
Filsafat dan hikmah
- Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah tanggapan atas buku Al Ghazali Tahafut Al Falasifah (Kerancuan Para Filosof)
- Jauhar Al Ajram As Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit)
- Ittishal Al 'Aql Al Mufarriq bi Al Insan (Komunikasi Akal yang Membedakan dengan Manusia)
- Masa'il fi Mukhtalif Aqsam Al Manthiq (Beberapa Masalah tentang Aneka Bagian Logika)
- Syuruh Katsirah 'ala Al Farabi fi Masa'il Al Manthiqi Aristha (Beberapa Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles)
- Maqalah fi Ar Radd 'ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk Ibnu Sina), dan lainnya banyak sekali.
Ilmu kalam
- Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari'ah min Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan Syari'ah)
- I'tiqad Masyasyin wa Al Mutakallimin (Keyakinan kaum Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam)
- Manahij Al Adillah fi 'Aqaid Al Millah (Beberapa Metode Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain.
Fikih dan ushul fikih
- Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh Ibnu Jafar Zahabi sebagai buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan sangat terkenal.
- Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna)
- Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain.
Ilmu astronomi
- Maqalah fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan Meteor)
- Kalam 'ala Ru'yah Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat Meteor yang Tetap Tak Bergerak)
Ilmu Nahwu
- Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu)
- Kalam 'ala Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata dan Isim Musytaq)
Kedokteran
- Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran). Sebanyak 7 jilid, dan menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara kauntitas kitab ini paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di Oxford University Leiden dan Universitas Sourborn Paris.
- Maqalah fi At Tiryaq (Makalah tentang Obat Penolak Racun), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Nasha'ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan Mencret), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani.
- Mas'alah fi Nawaib Al Humma (Masalah tentang Penyakit Demam)
PENGARUH PEMIKIRAN IBNU RUSYD DI PERADABAN BARAT
Kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kemajuan peradaban Barat (Eropa) sejak abad ke-12 tidak terlepas dari sumbangan peradaban Arab-Islam yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh filosof saintis muslim. Orang-orang Barat menimba ilmu dari orang-orang Islam dan membangun peradaban mereka setelah mendapat sentuhan dari peradaban Islam. Oleh karena itu Gustave Lebon (Nasution, 1985: 74-75) mengakui bahwa orang Arablah yang menyebabkan Barat mempunyai peradaban, mereka adalah imam bagi Barat selama enam abad. Demikian juga Rom Landau (Nasution, 1985: 74-75) menegaskan bahwa dari orang-orang Arab-Islam inilah orang-orang Barat belajar berpikir objektif dan menurut logika. Arab telah membukakan mata Barat untuk belajar berlapang dada dan mengembangkan toleransi terhadap kaum minoritas. Hal tersebut membawa Barat kepada kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan.
Tokoh-tokoh ilmuwan, filosof dan saintis Barat banyak yang belajar dari filosof dan saintis muslim. Banyak tokoh-tokoh ilmuwan dan filosof muslim Abad Pertengahan mendapat tempat yang terhormat di kalangan sarjana-sarjana Barat. Namun tokoh filosof dan pemikir muslim yang dianggap paling berpengaruh dalam proses alih ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat adalah Ibn Rusyd.
Rasionalitas filsafat Ibn Rusyd justru membawa angin segar bagi dunia Eropa, bahkan mampu membebaskan Eropa dari cengkraman hegemoni gereja. Kehadiran filsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api revolusi yang menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibn Rusyd, dengan kemampuannya mengomentari karya-karya Aristoteles, telah membangkitkan kembali budaya berpikir yang telah lama redup dalam peradaban tersebut. Kesadaran akan urgensi rasio dalam memahami ayat-ayat Tuhan mulai berkembang subur di Eropa. Kristen dan Yahudi mulai mengenal harmonisasi antara agama dengan filsafat. Muncullah dalam sejarah Barat teolog-teolog rasionalis yang menjadi simbol perlawanan terhadap gereja yang sangat hegemonik.
Dalam hal ini, figur Maimonides (Musa bin Maemun) merupakan teolog Yahudi yang sangat berjasa bagi perkembangan pemikiran Ibn Rusyd di Eropa. Ia adalah salah satu murid Ibn Rusyd yang sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikirannya. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari pemikiran Musa bin Maemun dalam memahami hubungan antara agama dan filsafat, klasifikasi derajat intelektual manusia dalam berfilsafat, dan kesamaan tujuan antara kitabnya Dillah Khayrin dengan Fashlu al-Maql. Inspirasi pemikiran Ibn Rusyd telah menjadikan Musa bin Maemun mampu menafsirkan permasalahan-permasalahan teologis dalam Yahudi, yang dianggap tidak sejalan dengan rasio manusia. Karya-karya Musa bin Maemun yang diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani merupakan faktor terpenting bagi perkembangan filsafat Islam di Eropa.
Selanjutnya, sejak abad ke-13 banyak sarjana-sarjana yahudi yang menulis himpunan dan ringkasan atas terjemahan-terjemahan karya Ibn Rusyd ke dalam bahasa Ibrani. Selain menterjemahkan karya-karya Ibn rusyd, para sarjana Yahudi abad ke-14 juga menulis komentar-komentar terhadap karya Ibn Rusyd. Tokoh yang paling terkenal diantaranya adalah Lavi ben gerson dari Begnol dan Moses dari Narbonne.
Dari sebagian karya-karya terjemahan Ibn Rusyd ke dalam bahasa Ibrani ini kelak muncul karya-karya terjemaham ke dalam bahasa Latin. Inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran Eropa dan menguncang sendi-sendi kehidupan sosio-religius dalam masyarakat barat. Pengaruhnya yang demikian besar terlihat dari adanya gerakan averoisme, yaitu gerakan yang berkembang di Barat sejak abad ke-13 yang berusaha mentransfer dan mengembangkan gagasan-gagasan Ibn Rusyd ke dalam peradaban Barat. Sampai abad ke-17 pengaruhnya tetap dominan dan buku-bukunya tetap dipelajari di Universitas-universitas Barat. Gerakan inilah yang akhirnya melahirkan Renaisans dalam masyarakat Barat, yaitu paham yang berusaha membangkitkan kembali ilmu pengetahuan, setelah Barat mengalami masa-masa kegelapan.
Ada beberapa faktor yang mendukung besarnya pengaruh Ibn Rusyd ke dalam peradaban Barat (Iqbal, 2004: 93-94-). Pertama, dari segi lingkungan tempat tinggalnya, Ibn Rusyd adalah ”orang Barat”. Ia lahir dan meninggal di Barat (Cordova, Spanyol). Dari segi lingkungn inilah, sangat mudah bagi orang-orang Barat untuk mengakses pemikirannnya. Apalagi keadaan ini dipengaruhi pula oleh sikap umat Islam di belahan Timur yang kurang bersahabat dengan filsafat sejak al-Ghazali menyerang filsafat dan mengkafirkan para filosof.
Kedua, Ibn Rusyd adalah pemikir Muslim yang sangat tertarik pada pemikiran filosof Yunani, Aristoteles. Ibn Rusyd berjasa dalam menghadirkan kembali warisan Yunani Kuno kepada Barat. Ibn Rusyd-lah yang menggali dan mengembalikan mutiara yang telah lama hilang terebut. Sehingga orang Barat merasa berutang budi kepada Ibn Rusyd dan begitu menghormatinya.
Ketiga, dan yang paling penting adalah Ibn Rusyd pemikir rasional dan berhasil mengembangkan gagasan-gagasan rasional ke Dunia Barat. Ia Menempatkan posisi akal pada tempat yang tinggi. Inilah yang kemudian berkembang dan sangat mempengaruhi pola pikir Barat sejak Abad Pertengahan akhir.
Namun, diakui atau tidak, kehidupan memang tidak selamanya berjalan mulus. Kalangan ortodoks Yahudi ternyata tidak begitu saja membiarkan kehadiran filsafat agung tersebut. Perlawanan para rahib Yahudi maupun para pendeta agama lainnya cukup menjadi bukti ketidakcocokan para agamawan terhadap filsafat. Filsafat dianggap sebagai pemikiran yang akan mendistorsi paham keagamaan. Sebagai antisipasi, cara satu-satunya adalah melakukan penindasan terhadap para filsuf. Walaupun pelbagai penindasan dilakukan, penggalian terhadap filsafat Islam tidak mengalami penyusutan dalam tradisi Yahudi. Terjadilah perpindahan etnis Yahudi, dari Andalusia menuju Profinsia, dibarengi dengan penerjemahan keilmuan Islam secara besar-besaran. Dan atas jasa filsuf Yahudi bernama Lawn Afriqi, filsafat Ibn Rusyd mendapatkan tempat yang layak dalam pemikiran Yahudi. Peran Lawn Afriqi terhadap filsafat Ibn Rusyd sama halnya dengan peran Ibn Rusyd terhadap filsafat Aristoteles. Ia mampu menjadi kementator terbaik atas filsafat Ibn Rusyd.
Pada babak selanjutnya, pengaruh filsafat Ibn Rusyd mulai melemah. Perlawanan ortodoksi Yahudi membuat prestise pemikiran Ibn Rusyd mulai menyusut dan hampir punah. Ini tidak lepas dari andil Musa al-Masneu yang menerjemahkan karya al-Ghazali; Tahfutu al-Falsifah. Kesadaran akan ketidakampuhan kekuasaan dan kekerasan dalam memberangus sebuah pemikiran semakin membuka lebar pintu masuk khazanah keilmuan Islam. Penerjemahan karya al-Ghazali terus digalakkan. Paparan al-Ghazali dalam kitab Maqshidu al-Falsifah dianggap sebagai paparan filsafat yang mudah dipahami oleh publik. Dan pada akhirnya, penerjemahan tidak hanya dilakukan terhadap keilmuan yang berlawanan dengan filsafat, bahkan tasawuf, syariat, juga sastra, turut serta menjadi bidang garapan. Krisis intelektual yang menimpa Yahudi telah memaksanya menerjemahkan semua keilmuan Arab Islam.
Tidak hanya dalam Islam dan Yahudi filsafat Ibn Rusyd mendapat perlawanan. Thomas Aquinas, sebagai representasi dari kaum agamawan Kristen, merasa resah dengan kehadiran filsafat dalam Kristen. Gagasan tentang keabadian alam, ketidaktahuan Tuhan terhadap hal-hal partikular dalam alam semesta dan lain sebagainya, merupakan faktor pemicu perseteruan antara kaum agamawan dengan para filsuf. Para agamawan tidak terbiasa mendengarkan pernyataan-pernyataan semacam itu. Di Eropa, Thomas Aquinas merupakan penentang paling dahsyat terhadap pemikiran Ibn Rusyd di Eropa. Dalam perlawanannya, Thomas Aquinas secara langsung merujuk kepada filsafat Aristoteles. Menurutnya, Ibn Rusyd telah melakukan kesalahan. Kesalahan itu terletak pada ketidakkonsistenannya dalam memegang filsafat Aristoteles, sehingga berdampak sangat fatal bagi perkembangan filsafat Aristoteles itu sendiri. Ditambah lagi kesalahan para akademisi Arab ketika mereka menerjemahkan dan mengomentari filsafat Aristoteles.
Sepeninggal Thomas Aquinas, perlawanan kaum teolog Kristen terhadap pemikiran Ibn Rusyd bukannya melemah, bahkan semakin menguat dan terorganisir. Raymun Martin dengan menggunakan pemikiran al-Ghazali melakukan perlawanan terhadap penganut Averroisme di Eropa, yang kemudian diteruskan oleh generasi selanjutnya. Bahkan Dante, seorang pujangga berkebangsaan Italia, juga ikut ambil bagian dalam perlawanan tersebut. Dalam rangka perlawanan itu, berusaha keras mendapatkan pengukuhan secara langsung dari Kongres Gereja dengan mengusulkan tiga hal. Pertama, membentuk tentara untuk menghancurkan Islam, kedua, mendirikan universitas bahasa Arab, dan ketiga, melarang umat Kristiani mempelajari filsafat Ibn Rusyd. Tapi sayang, usulan-usulan yang diajukannya tidak mendapatkan respon positif, ditolak oleh Kongres.
Pengaruh Ibn Rusyd kembali menguat di Eropa, tepatnya setelah Lois XI melakukan pembaharuan terhadap keilmuan filsafat. Lois XI memerintahkan pembelajaran terhadap filsafat Aristoteles yang telah dikomentari oleh Ibn Rusyd kepada semua pelajar. Pemikiran Ibn Rusyd pada akhirnya mampu menunjukkan kekuatannya setelah teraniaya pada abad ke tiga belas. Pada abad ini, posisi filsafat Ibn Rusyd yang semula berada di bawah filsafat Ibnu Sina, terlihat mulai mengungguli, bahkan juga terhadap semua bentuk aliran pemikiran yang berkembang di Eropa, filsafat maupun agama. Hal ini kembali kepada beberapa faktor. Pertama, pengakuan para teolog dan filsuf mengenai signifikansi filsafat Aristoteles, yang dengan demikian memperlihatkan bahwa perbedaan antara mereka hanya pada tataran penafsiran.
Kedua, keturunan Aria yang berkembang di Eropa mempunyai kelebihan tertentu dalam membidangi dunia filsafat. Ketiga, peran Fadrik II dalam memerangi agama di Eropa melalui filsafat, telah memotivasi penerjemahan pemikiran filsafat Islam di Eropa. Keempat, serangan Kristen terhadap Islam cenderung mengabaikan etika-etika kemanusian, di mana secara tidak langsung paradigma sopan-santun Shalahuddin al-Ayyubi telah memberikan pengaruh mendalam terhadap kaum Kristiani untuk mengetahui lebih jauh pemikiran Islam; paradigma yang berfungsi sebagai falsafah hidup yang tidak lagi memerlukan penjelasan.
Pada abad ke enam belas, muncullah anggapan baru tentang keserasian filsafat Aristoteles dengan paham gereja, yaitu dibarengi dengan pernyataan Kardianal Bill Avinsi mengenai signifikansi filsafat Aristoteles dalam teologi Kristen, yang sekaligus menganggap Ibn Rusyd sebagai komentator terbaik filsafat Aristoteles. Karya-karya Ibn Rusyd tersebar begitu luas. Mereka mampelajari filsafat Aristoteles melalui ringkasan dan penjalasan Ibn Rusyd, sehingga mampu memunculkan dua aliran besar dalam memahami pemikiran Aristoteles; yaitu aliran yang berpegang pada penjelasan Ibn Rusyd dan aliran yang berpegang pada penjelasan Alexander. Hal ini memperlihatkan bahwa perbedaan metode dalam memahami filsafat Aristoteles tidak mengakibatkan perbedaan pada signifikansi pemikirannya dalam menghadapi problematika hidup. Kesatuan persepsi dalam dua aliran tersebut melahirkan kesadaran untuk mengacu secara langsung kepada pemikiran Aristoteles, tidak melalui perantara lain.
Oleh karenanya, pemikiran Ibn Rusyd mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemikiran asli Aristoteles, di mana pada akhirnya pemikiran Aristoteles juga mengalami kepunahan di saat filsafat modern mulai lahir di Eropa. Filsafat modern yang sangat menekankan sisi empirik telah berhasil mengeser filsafat Aristoteles yang hanya menekanakan sisi pemikiran dan perenungan belaka. Uniknya, keberhasilan melepaskan diri dari hegemoni pemikiran Aristoteles justru merupakan buah dari pemahaman terhadap filsafat Aristoteles secara benar. Rasionalitas yang didapatkan dari pemikiran Aristoteles telah membuat para pemikir Eropa memikirkan sebuah kontinuitas dari apa yang telah diletakkan Aristoteles. Pemikiran Aristoteles merupakan pemikiran yang pernah berjaya pada masanya. Maka, Aristoteles dengan komentator terpercayanya, Ibn Rusyd, merupakan instrumen terpenting dalam membangun filsafat modern; sebuah filsafat yang telah menghantarkan Barat menuju masa cemerlang.